DERADIKALISASI: UPAYA MEMBUMIKAN SYARI’AT ISLAM (Bag 2)

Bila diamati dan diperhatikan secara cermat dan mendalam, program deradikalisasi yang digalakkan pemerintah membuka ruang untuk berbagai masukan dan kontribusi positif dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh budaya, tokoh pemuda dan perempuan, dan bahkan dari masyarakat biasa. Dengan menunjuk Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) sebagai pelaksana tugasnya, dapat dikatakan bahwa deradikalisasi merupakan salah satu upaya membumikan syariat Islam yang selalu sesuai dengan kondisi, keadaan, tempat dan waktu (sholihun li kulli zaman wa makaan).

Nilai-nilai syariat Islam memang harus selalu dibumikan, dipahami dan diamalkan serta diinternalisasikan dalam hidup dan kehidupan keseharian masyarakat, terutama karena tatanan dan tuntunannya telah jelas ditegaskan Allah dalam banyak ayat di Alquran, hadist nabi serta hasil-hasil ijtihad yang telah di-istinbat-kan (diputuskan) oleh para ulama sebagai pewaris para nabi.

Upaya membumikan syariát Islam yang kritis akomodatif selalu membutuhkan ‘jihad’ dengan pikiran dan kemampuan nalar yang mumpuni, yakni yang filosofis akademis dan kontemporer akulturatif, hal itu kemudian diistilahkan dengan ‘ijtihad’. Hal ini seklaigus sebagai penegas bahwa jihad tidak hanya bisa dilakukan dengan mengangkat pedang dan mengumandangkan perang, ada banyak macam dan tingkatan jihad; berjihad dengan menggunakan pikiran dan nalar dinamakan ijtihad, semnetara berjihad dengan menggunakan rohani agar lebih dekat kepada Allah dinamakan mujahadah.

Baik ijtihad maupun mujahadah merupakan sebuah kesatuan yang berfungsi sebagai media atau cara dalam  menegakkan syariát Allah serta menginternalisasikan nilai-nilai syariát Allah yang diemban dan diamanatkan kepada umat manusia sebagai wakil Tuhan yang telah memperoleh mandat dari Allah dalan hidup dan kehidupan beragama, bernegara dan bermasyarakat. Allah memilih manusia sebagai khalifah (wakil Tuhan) di atas bumi karena hanya manusia saja yang sanggup mengemban amanat yang berat ini, sedangkan makhluk Allah lain seperti langit, bumi, dan gunung-gunung enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya. Maka diberikanlah amanat itu kepada manusia, meski Allah mengetahui bahwa “…Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh…” (QS. al-ahzab 33 : 72).

Menerapkan syari’at Islam merupakan salah satu amanah berat yang diemban umat manusia, namun Allah tidak akan pernah membebani hambanya dengan sesuatu yang tidak bisa diembannya. Allah SWT menurunkan syari’at kepada hambanya bukan untuk kepentingan Tuhan akan terapi sarat dengan banyak kemaslahatan bagi umat manusia itu sendiri. Dengan kata lain, amanat untuk menjadi khalifah dibebankan kepada manusia justru untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Al-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat menegaskan bahwa maksud Tuhan menurunkan syari’at kepada hamba-Nya adalah untuk memelihara agama, jiwa, akal, keterunan dan harta benda. Syariat Islam sangat menghargai lima prioritas di atas, karenanya jihad untuk menegakkan syariat Islam harus mengedepankan penghargaan terhadap lima prioritas itu. Melaksanakan jihad namun mengorbankan nyawa dan membunuh umat manusia secara sengaja bukanlah perjuangan menegakkan syariat Islam, karena hal itu adalah perilaku yang bertentangan dengan kehidupan manusia dan terlarang dalam semua ajaran agama, terutama syariat Islam.