Deputi I BNPT Jabarkan Strategi BNPT dalam Memberantas Terorisme di Indonesia pada Alumni Unhan

Jakarta – Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga saat ini masih terus berupaya memberantas aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Upaya yang dilakukan mulai dari pendekatan lunak (soft approach), pendekatan keras (hard Power), hingga kerja sama internasional.

“Pendekatan lunak yaitu melalui kontra radikalisasi dan deradikalisasi dengan prinsip koordinasi lintas sektoral, pelibatan kementerian dan lembaga, partisipasi publik, serta kearifan lokal,” kata Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis dalam webinar bersama Ikatan Alumni Universitas Pertahanan (Unhan), Selasa (22/9/2020).

Lebih lanjut Deputi I menjealskan, pendekatan keras yang dilakukan berupa penegakan hukum. Upaya ini, kata dia, dikoordinasikan oleh Deputi II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT kepada Polri yang selanjutnya dilakukan penegakkan hukum oleh Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri.

“Prinsip koordinasinya lintas sektoral, supremasi hukum serta melaksanakan penghormatan terhadap HAM,” ujar alumni Akmil tahun 1986 ini.

Selain itu menurutnya, BNPT sendiri juga menjalin kerja sama internasional untuk memberantas akar terorisme di Indonesia. Namun, demikian dirinya tidak memerinci bentuk kerjasama dengan nergara-negara yang telah melakukan kerjasama dengan BNPT tersebut.

Selain itu menurutnya, strategi nasional BNPT dalam mencegah penyebaran paham radikal terorisme yakni mengutamakan terhadap masyarakat yang rentan terpapar paham tersebut. Strategi ini melibatkan unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat,tokoh adat, tokoh pemuda, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media, dan organisasi masyarakat.

“Pelibatan unsur-unsur itu dijabarkan dalam Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang tersebar di 32 provinsi. Dan kami (BNPT) sendiri juga telah menargetkan FKPT untuk hadir pula di provinsi Papua dan Papua Barat pada 2021 mendatang,” katan mantan Komandan Satuan (Dansat) Induk Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI ini

Sementara untuk deradikalisasi sendiri, dirinya menjelaskan bahwa pihaknya juga melakukan deradikalisasi atau pembinaan kepada tersangka, terdakwa, terpidana, mantan narapidana, maupun orang atau kelompok orang sudah terpapar paham radikal. Deradikalisasi itu dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), luar lapas, dan dalam lapas khusus.

“Karena dalam Direktorat Deradikalisasi ini ada program di dalam Lapas, di Luar Lapas dan di dalam Lapas khusus terorisme,” tutur mantan Dansat Intel Basi TNI ini menjelaskan

Meski telah melakukan sejumlah upaya, dirinyai tak memungkiri aksi terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi bangsa Indonesia. Dirinya memprediksi bahwa salah satu motif utana para teroris ini yakni ideologi salafi jihadis.

“Ideologi salafi jihadis yang akan terus memainkan peran utama dalam motif teroris global,” kata mantan Komandan Korem 173/ Praja Vira Braja ini.

Tak hanya itu, mantan Direktur Pembinaan Pendidikan (Dirbindik) Seskoad ini mengatakan bahwa teroris juga terus akan menggunakan media internet (dunia maya) dalam penyebaran paham radikal. Namun, teroris ke depannya juga mulai terlibat dalam perang siber.

“Yang kita khawatirkan adalah mereka bermain di instalasi listrik, jaringan kontrol, lintas udara, dan lain-lain,” ujar perwira tingi yang karir militernya banyak di habiskan di Pasukan ‘Baret Merah’ Kopassus TNI-AD ini

Karena menurutbya alat teror yang dipakai teroris di Indonesia juga diprediksi tak terlalu berubah. Senjata api, bahan peledak, mobil, truk, pesawat terbang masih menjadi senjata teroris menciptakan ketakukan. Dia menyebut senjata drone diprediksi akan digunakan karena alat tersebut sudah dimanfaatkan teroris di Timur Tengah.

“Yang kita khawatirkan lagi apabila mereka menggunakan aplikasi teknologi untuk serangan jarak jauh,” ungkap pria kelahiran Medan, 7 September 1963 ini.

Tak hanya itu, menurutnya terorisme di Indonesia juga masih memanfaatkan ketimpangan ekonomi sebagai ladang perekrutan. Dirinya menyebut banyak orang bergabung dengan kelompok teroris karena kesempatan kerja yang terbatas.

“Bahkan target perekrutannya pun juga masih sama, yakni pelibatan perempuan dan anak-anak. Tentunya yang kita ketahyu pada tahun 2018 lalu dimana sudah banyak aksi terorisme di Indonesia ini yang dilakukan oleh kaum perempuan dan anak-anaknya,” ujarnya.

Bahkan sasaran penyerangan juga berkutat di antara aparatur negara atau pejabat, penyerangan terhadap markas penegak hukum, pelayanan strategis dan terpencil, penyerangan terhadap fasilitas ibadah dan keagamaan, hingga transportasi umum.

“Tetapi pelindungan di transportasi umum sangat sulit dilakukan karena padat. Bahkan bukan tidak mungkin paa pelaku teror ini melakukan aksinya di cara-acara olahraga, lokasi wisata, sekolah, tempat konser, musik jalanan, objek vitalnya,” kata mantan Komandan Grup 3/Sandi Yudha ini mengakhiri.