Dari Aceh Semangat "Posting yang Penting" Digelorakan

Dari Aceh Semangat “Posting yang Penting” Digelorakan

Banda Aceh – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Kamis (15/3/2018) menggelar kegiatan Literasi Digital sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat di Kota Banda Aceh. Peserta diajak untuk menggunakan media sosial secara bijak.

Direktur Masyarakat Informasi dan Teknologi (MIT) Aceh, Teuku Farhan, dalam kegiatan tersebut menawarkan sebuah jargon untuk digelorakan bersama, yaitu “Posting yang Penting, Bukan yang Penting Posting”. Jargon itu ditawarkannya sebagai solusi untuk meredam sebaran konten negatif yang tak jarang menjadi pemicu sikap radikal di masyarakat.

“Jadi sesuai dengan tema kegiatan ini, saring sebelum sharing. Sebelum posting saring terlebih dahulu, jika tidak penting jangan disharing,” ungkap Farhan.

Farhan menambahkan, di Aceh internet belum lama dikenal. Dalam catatannya internet mulai booming di masyarakat pascatsunami yang terjadi pada bulan Desember tahun 2006 lalu. “Tapi saat ini akses terhadap internet sangat tinggi. Di setiap kedai kopi nyaris mustahil ditemukan tanpa layanan WiFi gratis,” tambahnya.

Meningkatnya kemampuan akses terhadap internet, masih kata Farhan, harus diimbangi dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkannya dengan baik. Penyalahgunaan internet sebagai akibat rendahnya literasi disebutnya sebagai salah satu penyebab maraknya radikalisme.

“Kami di Aceh memiliki gampong.net, situs yang berisi konten-konten positif. Situs ini masuk lima besar sebagai situs positif tingkat nasional,” kata Farhan.

Anggota Dewan Pers, Anthonius Jimmy Silalahi, dalam kesempatan yang sama membeberkan bagaimana mengenali berita yang benar dan bohong. Salah satu tanda berita baik adalah dibuat dan dipublikasikan oleh perusahaan media yang memenuhi standar perusahaan pers.

“Apa saja itu? Antara lain perusahaannya berbadan hukum, ada struktur redaksi dari penanggung jawab sampai wartawan dan memiliki standar honorarium pekerjanya,” ungkap Jimmy.

Tanda lain berita baik, masih kata Jimmy, adalah kesesuaian materinya demngan Kode Etik Jurnalistik. Dalam konteks pencegahan terorisme, berita yang baik juga memiliki kualifikasi harus sesuai dengan Pedoman Peliputan Terorisme. “Contohnya tidak menjustifikasi, tidak mengandung unsur glorifikasi, menjaga keberimbangan dan tidak provokatif,” tambahnya.

Terkait sebaran berita bohong, mantan presenter TVRI tersebut mengajak masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Masyarakat diajak untuk tidak mudah termakan hasutan dan mudah menyebarluaskan berita yang belum terverifikasi kebenarannya, sehingga mampu meredam potensi konflik.

“Jadikan media sosial sebagai tabungan kreatifitas positif,” pungkas Jimmy. [shk/shk]