BNPT Terus Sempurnakan Modul Identifikasi Napi Terorisme di Dalam Lapas

Damailahindonesiaku.com, Yogyakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menyempurnakan penyusunan modul instrumen identifikasi bagi Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) tindak pidana terorisme. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk dari implementasi program BNPT dalam menjalankan salah satu tugas pokoknya yaitu deradikalisasi.

“Kalau kami mengartikan deradikalisasi itu sama dengan perang merebut hati dan pemikiran para WBP tindak pidana terorisme. Mereka adalah kawan-kawan kita yang berbeda pandangan dan ideologi dengan kita. Nantinya dengan adanya modul itu, petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) memiliki panduan dan dasar dalam menjalankan tugasnya di lapangan,” ujar Kasubdit Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT Werijon pada pembukaan Rapat Kerja Teknis (Rakornis) Penyempurnaan Modul Instrumen Identifikasi WBP Tindak Pidana Terorisme Tahun 2015 di Yogyakarta, Rabu (17/6/2015).

Menurut Werijon, apa yang dilaksanakan para petugas Lapas di lapangan saat ini sudah cukup bagi, walaupun masih ada kelemahan. Bahkan dunia internasional pun mengakui proses deradikalisasi napi terorisme di Indonesia sudah sangat baik dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Arab Saudi. Padahal di Indonesia, dana untuk menjalankan program itu masih sangat terbatas.

“Para kawan-kawan petugas Lapas tugasnya sangat berat menghadapi WBP tindak pidana terorisme yang beda ideologi. Jujur, saya saja belum tentu mampu melaksanakan tugas seperti itu. Untuk itulah di Rakernis Tahap Ketiga ini, para petugas Lapas bisa berdiskusi dan menggali informasi, dan belajar dari para pakar dibawah pimpinan pakar psikologi Universitas Indonesia, Prof Dr Hamdi Muluk,” terang Werijon.

Diharapkan, lanjut Werijon, nantinya dengan adanya modul yang semakin sempurna, akan membuat para petugas Lapas bisa menyusun klasifikasi WBP, khususnya tindak pidana terorimse.

“Modul ini akan menjadi hal penting yang akan mengantar kita dalam menjalankan proses deradikalisasi WBP tindak pidana terorisme. Nantinya diharapkan mereka (WBP terorisme) lama-lama bisa bercerita dengan sendirinya siapa dia. Mereka juga bisa terbuka kepada para petugas dan akhirnya menyadari ternyata tidak ada gunanya menjadi teroris dan juga sadar bahwa di Lapas mereka kooperatif,” kata Werijon.

Itulah, kata Werijon, yang menjadi sasaran BNPT, khususnya Direktorat Deradikalisasi. “Seperti orang sakit yang butuh obat, tugas kita disini adalah mencari formula terbaik. Kalau kita tidak tahu sakitnya, kita tidak tahu obatnya apa. Seperti yang inti itu bagaimana, yang militan harus diapakan, juga untuk yang sekadar jadi pendukung dan simpatisan. Kalau ini berjalan dengan baik, Insya Allah tujuan kita untuk menjalankan program deradikalisasi bakal lebih mudah dan terwujud,” papar Werijon.

Werijon menegaskan bahwa saat ini pihaknya fokus menjalankan identifikasi, sebelum melangkah ke program lainnya. Bahkan ia sudah mendapat arahan dari Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Agus Surya Baki, terkait program ini.

“Sebelum tuntas identifikasi, kita tidak akan lanjut ke tahap rehabilitasi dan resosialisasi. Pak Deputi I telah meminta  bila tahap identifikasi ini tidak selesai selama 6 bulan, harus dilanjutkan selama setahun. Dengan demikian, diharapkan kawan-kawan petugas Lapas di lapangan bisa mengerti dan memiliah ‘obat’ buat Napi terorisme,” tutur Werijon.

Yang pasti, tandas Werijon, proses identifikasi itu WBP tindak pidana terorisme itu masih penting.  Itulah yang membuat pihaknya harus mampu merumuskan modul tersebut. Selain itu, Werijon juga mengimbau kepada para petugas Lapas untuk menyampaikan data di lapangan apa adanya.

“Kita semua sama bekerja untuk Merah Putih untuk negara, bukan BNPT atau Dirjen PAS, tapi bagaimana negara ini tetap kokoh. Karena selama ideologi mereka belum tercapai, WBP tindak pidana terorisme itu akan tetap ada. Jadi kuncinya adalah kejujuran kita untuk menyampaikan fakta sehingga di Tahap Ketiga ini bisa membawa hasil baik untuk negara kita tercinta, Republik Indonesia,”  pungkas Werijon.

Sebelumnya Rakernis ini dibuka oleh Direktur Pembinaan Narapidana dan Pelayanan Tahanan (Binapiyantah) Ditjen PAS Imam Suyudi mewakili Dirjen PAS. Rakernis ini diikuti kurang lebih para petugas Lapas dari seluruh Indonesia, terutama Lapas-Lapas yang ada WBP tindak pidana terorisme. Rakernis ini berlangsung selama dua hari sampai hari Kamis (18/6/2015).