Alejandro Davidson Gonzales, Tokoh Penting di Balik Teror di Indonesia Tahun 2000an

Alejandro Davidson Gonzales. Tidak banyak di antara kita kenal siapa tokoh ini. Tentu saja nama ini bukan nama asli alias palsu. Nama yang digunakan untuk mengelabui petugas yang melekat pada seorang tokoh teroris yang berasal dari Sunda-Cianjur Indonesia. Sosok terkenal di seantero jagat yang hingga kini masih berada dalam pengawasan penjara super maximum security di Guantanamo. Pertanyaannya kemudian timbul, kenapa judul tulisan ini memakai Alejandro Davidson Gonzales?

Itulah fakta dalam fenomena terorisme. Hampir semua pelaku teror tidak pernah menggunakan nama tunggal apalagi nama asli. Sangat mudah dipahami bahwa nama palsu tersebut sangat diperlukan oleh setiap teroris agar pergerakannya tidak mudah terendus aparat. Penggunaan nama alias menjadi salah satu strategi. Dengan begitu keberadaan mereka secara real time akan sulit untuk diidentifikasi, dideteksi, dan akan sulit ditangkap.

Selain nama Alejandro Davidson Gonzales seperti pada judul diatas,  sang tokoh dalam tulisan ini masih memiliki  beberapa nama beken lain seperti Daniel Suarez Naviera. Di lain waktu dalam suasana yang berbeda dia akan menggunakan nama lain seperti;  Hendrawan, Kahar, Muzabkar, Halim Usman, dan Samsuri. Pertanyaannya, siapakah sosok ini?

Dia adalah sosok yang sempat menggemparkan dunia. Namanya sungguh tidak asing dan mengglobal di dunia maya. Dialah Hambali. Tokoh terorisme Indonesia yang ditahan sebagai narapidana di Guantanamo. Di kalangan aparat penegak hukum khususnya Densus 88  AT, Polri, dia dikenal sebagai Encep Nurjaman. Dia adalah pimpinan tertinggi Al Jamaah Al Islamiyah (JI) setelah wafatnya Abdulah Sungkar pada tahun 1995.  Tokoh yang banyak terlibat dalam pergerakan terorisme dan radikalisme di Indonesia.  Dia adalah pemimpin wilayah perjuangan  Mantiqi 1 pada era zoning pergerakan JI yang  tertuang dalam Pedoman Umum Perjuangan Al Jamaah al Islamiyah (PUPJI).

Ditangkap di Tempat yang Dianggap Paling Aman

Sejak ditangkapnya Ismael Usman dan Hajicheming, dua orang pentolan teroris jejaring Al Qaedah di Cambodia pada bulan Mei 2003, serta ditangkapnya tokoh senior Al Qaedah Khaled Syeh Muhamad, pelan tapi pasti jejaring Al Qaedah di Asia Tenggara mulai terkuak. Di sini pula menjadi titik awal Hambali merasa gelisah. Ia sudah memperkirakan bahwa akhirnya diapun akan ikut digulung.

Karena ketakutan itu pula selama beberapa bulan dia mencoba untuk bersembunyi di beberapa negara tetangga Thailand seperti Cambodia. Tempat di mana dia pernah bertemu dengan Hajicheming serta jejaring Al Qaedah di Cambodia. Perasaan was-was makin menjadi manakala posisi orang kepercayaannya, Zubair, terlacak oleh aparat dan akhirnya ditangkap saat dia mencoba keluar dan lari dari Thailand.

Puncak ketakutan lain yang membuat Hambali menjadi lebih panik adalah saat orang kepercayaan yang biasa dia suruh, Andrian Ali alias Amin alias Lilie, tertangkap saat sedang mencoba membuat paspor palsu Pakistan atas namanya.  Walau Lielie maupun Zubair terus mengelak dan memberikan keterangan berbelit saat interogasi, akhirnya upaya susah payah aparat menemukan petunjuk.  Kunci kamar sebuah apartemen Boon Yarak di kota Ayuthaya menguak siapa Hambali dengan berbagai upaya pengelabuan dan penyamarannya. Di kamar apartemen itu pula akhirnya aparat  menemukan petunjuk. Hambali ternyata  sering mengubah tampilan dan wajah, termasuk diduga  pernah melakukan operasi plastik serta selalu berganti-ganti nama.  Dengan berbagai petunjuk yang ditemukan di kamar itu akhirnya pada tanggal 11 Agustus 2003 Hambali ditangkap.

Perjalanan Hambali: Dari Santun menjadi Radikal

Sebagaimana teori radikalisasi, proses seseorang menjadi radikal tentu saja tidak instan. Banyak fase yang harus dilalui sehingga ia memantapkan diri memilih profesi teroris sebagai jalan hidup yang bagi mereka tentu jalan mulia. Begitu pula dengan Hambali. Banyak dinamika hidup yang harus ia tempuh sebelum akhirnya melabuhkan diri dalam sejarah teror. Setidaknya ada dua fase dalam hidupnya yang bisa dicatat sebagai rangkain perubahan dirinya yang semula santun menjadi radikal.

1) Merantau dan Berganti Nama

Sebagaimana pemuda seusianya Hambali ingin sekali menjadi pemuda sukses dan dikenal di kampungnya. Dia ingin kuliah dan ingin hidup mapan dan layak laksana orang yang sukses lainnya. Tetapi, nasib seseorang tentu sangat berbeda-beda. Pemuda kelahiran Cianjur Pada tanggal 4 April 1964 ini setelah lulus SMA 1982 harus berangkat merantau. Tujuannya adalah Malaysia tepatnya di Selangor.

Di negeri jiran tersebut, berbagai profesipun dia jalani mulai dari pedagang Jual ayam,  penjual peci di depan mesjid pada malam hari, penjual kue dan selanjutnya penjual roti Canai. Di Selangor ini pula akhirnya dia bertemu dengan Abulah Sungkar tokoh senior Negara Islam Indonesia (NII). Beberapa kali dia bertemu dan beberapa kali pula dia belajar dan mendapat tausyiah dari sang Amir senior itu.  Di sinilah untuk pertama kalinya ia  mengganti namanya menjadi Ridwan Isamudin.

  1. Mulainya Amaliyah

Dengan semakin eratnya hubungan Hambali dengan Abdulah Sungkar, proses indoktrinasi telah terjadi dengan sendirinya. Ketika ada tawaran untuk berangkat ke Afganistan, walaupun dengan biaya sendiri, Hambalipun dengan senang menerima. Tahun 1986, Ia berangkat ke Afganistan.  Dengan langkah pasti dia berangkat ke Afganistan, tepatnya di perbatasan Pakistan-Afganisan. Tempat di mana di situ ada camp pelatihan Alqaedah Camp Sa’ada. Di sana Ia bahkan sudah bertekat untuk menetap  Afganistan.  Dia memperoleh banyak pengehtahuan, baik ilmu persenjataan, pelontar geranat atau louncer dan Ak 47,  pengetahuan intelijen, kontra surveillance,  logistik militer, dan strategi komunikasi. Bahkan pelatihan fisik militer pun telah dia kuasai.  Di sana untuk pertama kalinya namanya menjadi  Hambali setelah sebelumnya menggunakan nama Encep dan Ridwan saat berada di Selangor Malaysia.

Namun apadaya niatnya untuk berlama-lama di Sa’ada kandas. Setelah setahun berada di sana,  tahun 1987 Soviet mundur dari Afganistan. Setahun berikutnya  1988 iapun hengkang dan kembali. Kemana dia pulang?  Bukannya pulang kampung tapi dia justru kembali ke Malaysia.

Dengan modal pengetahuan dan penguasan strategi perang, ia kembali menghadap sang Amir Abdullah Sungkar. Dan oleh Amir yang mendengar bahwa di Afganistan nama Hambali cukup populer dan harum serta banyak dielu-elukan oleh pimpinan Al Qaedah di sana. Karenanya pada tahun 90an dia ditugaskan berangkat ke Tawi-tawi. Tugas yang tidak ringan. Di sana Dia  ditugaskan untuk menghubungi para eks pejuang Afganistan. Dia diminta untuk merangkai kembali jejaring Al Qaedah.  Al Hasil dia beruntung karena ternyata pimpinan Moro Liberation Front (MILF) juga merupakan Alumnus Afganistan dan pernah sama-sama menimba ilmu di camp Sa’ada. Untuk menyamarkan aktifitas dan kegiatannya di Filipina ia menyamar sebagai guru mengaji.

 

Peran terhadap Lahirnya kembali “Gerakan Jihad”

Sekembalinya Hambali dari Afganistan dan telah terjalinnya kembali hubungan antar sesama alumni Afganistan di Filipina ternyata menginisiasi Abdulah Sungkar untuk menghidupkan kembali semangat jihad JI setelah sebelumnya pada Januari 1993 sempat terpecah karena perbedaan konsep antara Abudullah sungkar dan Abubakar Baasyir. Pemikiran dan konsep Recovery tersebut telah mendorong Ustad selamat Hasim dari MILF untuk mendirikan Camp Hudaibiyah dan Camp Abubakar di Lanao del Sur.

Pada tahun 1995, konsep terlaksana. Abdullah Sungkar menghidupkan kembali semangat jihad dengan menempatkan Hambali sebagai ketua Mantiqi 1 yang membawahi Singapura dan Malaysia. Setelah Abdullah Sungkar meninggal pada tahun 1998, bertepatan secara global terjadi gerakan moral untuk melawan Amerika dan sekutunya sebagaimana yang disampaikan dalam fatwa Osama bin Ladeen. Pada saat itulah posisi Hambali secara otomatis menjadi pengganti Abdullah Sungkar. Puncaknya adalah setelah Hambali pulang dari kabul.

Siapa yang mengira, Hambali seorang anak dari Cianjur yang pada mulanya hanya merantau untuk mencari kesuksesan justru merubah nasib menjadi tokoh utama. Ia menjadi lakon dari sebuah kejahatan yang amat besar dalam sejarah teror Indonesia. Tidak hanya menjadi tokoh penting, tetapi Hambali membawa inspirasi baru bagi bangkitnya “gerakan jihad”.

Peran Sang Adik dalam Kasus Teror di Indonesia

Sang adik Hambali bernama Gungun Rusman Gunawan yang biasa dipanggil Abdul Karim atau Bukhori. Pria yang dilahirkan pada 6 Juli 1977 sembari kuliah di Abubakar Islamic University Pakistan, ia mendirukan sebuah yayasan yang bernama Al Qurabah.   Sebuah organisasi persatuan mahasiswa Indonesia Pakistan. Gungun tidak sendiri. Ia bersama Abdur Rohim, anak Abu Bakar Ba’asyir. Selain mendirikan yayasan mereka juga mengikuti  latihan di camp Al Faruq Afganistan. Semua kegiatan itu atas perintah sanga kakak,  Hambali. Di sanalah sang adik kemudian menjadi penghubung langsung antara Hambali ketua Mantiqi  1 dan Al Qaedah.

Salah satu kasus yang menyeret sang adik masuk penjara adalah saat ia diperintahkan untuk mengirimkan U$ 12.000 kepada Al Mal Al Baluchi pada bulan Desember 2002 dan Februari 2003.  Kemudian sang adik disuruh menaikan uangnya menjadi U$ 50.000. Uang tersebut pula kemudian diteruskan pada Zubair melalui Majid Khan untuk disampaikan pada Mamad alias Johan. Melalui perantara Ismail tersebut pada akhirnya uang diberikan pada Dr. Azahri dan Noordin M Top di Indonesia dalam pecahan Dolar Australia dan Dolar Singapura.

Hambali menjelaskan bahwa kegunaan uang tersebut adalah untuk mencari kontrakan, untuk biaya angkut bahan peledak dari Lampung ke Jakarta dan untuk membeli sepeda motor guna pelaksanaan  survey hotel JW Marriot sebagai lokasi serangan. Sisanya diperintahkan oleh Hambali untuk membeli sebuah mobil kijang.

Kasus yang Menjerat Hambali dan Sang Adik

Perjalanan uang yang bersumber dari Osama bin Ladeen yang diminta Hambali kepada adiknya yang berakhir pada Dr Azahari dan Noordin M Top itulah yang gunakan untuk meledakkan Hotel JW Mariot pada tanggsl 5 Agustus 2003 jam 12.40 Wib. Akibat serangan tersebut 13 orang meninggal dunia dan 74 orang menderita luka-luka. Dari korban yang meninggal, satu orang di antaranya merupakan Warga Negara Asing. Selain korban manusia ledakan tersebut telah mengakibatkan 22 kendaraan mengalami kerusakan parah.

Dalam persidangan Gun Gun dinyatakan bersalah dan terbukti secara sah dan menyakinkan telah membantu tindak pidana terorisme. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jl. Gajah Mada, Selasa tanggal 26 Oktober 2004 tersebut menjatuhkan vonis 4 Tahun Penjara. Sementara Hambali setelah ditangkap di Thailand langsung diterbangkan ke Amerika dan sampai saat ini masih mendekam di Guantanamo.  Tidak banyak Informasi yang bisa didapat perihal Hambali. Tapi setidaknya tulisan ini bisa memberikan gambaran yang gamblang betapa radikalisme terorisme itu senantiasa mencoba untuk tumbuh dan berkembang di tengah kedamaian kita.

Semoga bermanfaat