Presiden Tandatangani PP Kompensansi Korban Terorisme dan Pelanggaran HAM

Jakarta – Presiden Jokowi menandatangani PP 35 tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban” pada 7 Juli 2020 dan telah diundangkan pada 8 Juli 2020. Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono mengatakan PP tersebut merupakan bentuk tanggungjawab negara terhadap korban Pelanggaran Berat HAM dan kasus Terorisme.

“Pemerintah memahami kesulitan dan kesedihan pihak keluarga yang menjadi korban aksi terorisme. Karenanya PP ini diperbarui untuk meringankan beban keluarga korban dari sisi ekonomi,” jelas Dini Purwono dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Dini mengatakan, bahwa di dalam PP tersebut menyebut negara berkewajiban untuk menutupi setiap kerugian yang nyata diderita setiap korban. Bentuknya berupa kompensasi, bantuan medis, dan psikologis.

Ia menambahkan, proses untuk mendapat kompensasi korban tindak pidana terorisme yaitu keluarga, atau ahli warisnya dapat mewakili pengajuan tersebut melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Permohonannya dapat diajukan sejak dimulainya penyidikan tindak pidana terorisme dan paling lambat sebelum pemeriksaan terdakwa. Uraian perhitungan mengenai besaran kompensasi akan ditetapkan LPSK,” tukas Dini

Sebelumnya, Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, mengaku PP tersebut,menunjukkan bukti kuatnya komitmen Pemerintah untuk hadir bagi para korban tindak pidana terorisme.

“UU No 5 Tahun 2018 maupun PP No 35 Tahun 2020 sebagai turunannya, merupakan salah satu aturan di dunia yang komprehensif dalam penanganan terorisme,” katanya.

Menurutnya, PP tersebut sangat penting terutama bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan. Karena putusan hakim dalam mengadili perkara terorisme pada masa lalu, belum banyak menyentuh pemenuhan hak bagi para korban.

Bahkan dari catatan LPSK, masih banyak korban terorisme masa lalu yang belum menerima kompensasi dari negara. Meskipun begitu, dalam prakteknya, melalui UU 31 Tahun 2014 pihaknya telah memberikan perlindungan kepada korban terorisme yang terjadi di masa lalu dalam bentuk bantuan medis, psikologis, dan psikososial.

Ia menambahkan, pasca terbitnya PP itu, banyak tugas berat yang akan dilakukan, seperti menentukan besaran kerugian yang dialami korban masa lalu meliputi korban luka, korban meninggal dunia, hilang pendapatan, atau hilang harta benda.

“Untuk korban masa lalu yang mengalami luka maka terlebih dahulu akan dihitung derajat lukanya,” kata dia.

Langkah selanjutnya LPSK akan berkoordinasi sejumlah pihak, seperti Badan Nasional Penggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Keuangan.