Pemerintah Tak Boleh Diam Sikapi Gerakan Masyarakat Perangi ISIS Lewat Medsos

Jakarta – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) diminta untuk tidak diam dan segera membuat tindakan terkait gerakan masyarakat, baik internasional maupun nasional, dalam memerangi propaganda kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Seperti diketahui, sejak terjadinya teror Paris yang menewaskan 129 orang, gerakan peretas dunia bersatu dalam wadah Anonymous (gerakan tanpa bentuk), untuk memerangi hacker-hacker ISIS yang selama ini gencar melakukan propaganda melalui dunia maya (Media Sosial).

“Ini sangat positif dan menjadi semacam mobilisasi dari masyarakat. Artinya ada arus baru yang langsung tumbuh dari masyarakat untuk melawan ISIS. Ini tentu bisa menjadi kekuatan yang dahsyat karena lahir dari masyarakat dan wajib digalakkan di Indonesia,” ungkap tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) DR H Adnan Anwar di Jakarta, Rabu (25/11/2015).

Adnan Anwar menilai untuk memerangi kelompok militan seperti ISIS tidak melulu harus dengan cara-cara mengerahkan kekuatan militer. Sesuai pengamatan dia, pergerakan masyarakat Indonesia dalam mendukung gerakan Anonymous itu masih sendiri-sendiri dan perlu difasilitasi. Dan itu menjadi tanggungjawab pemerintah (Kemenkominfo). Selama ini, ia melihat Kemenkominfo kurang merespon banyak keluhan masyarakat terkait dengan propaganda ISIS dan paham kekerasan lainnya di dunia maya. Padahal, jelas dalam sebuah data yang berhasil diretas Anonymous, Indonesia menjadi salah satu sasaran aksi teror ISIS yang sebenarnya akan dilakukan pada 22 November kemarin, bersama tiga negara lainnya yaitu Italia, Perancis, dan Amerika Serikat.

“Makanya gerakan dari masyarakat ini harus didorong karena sudah banyak kelompok yang prihatin dengan teror-teror yang dilakukan ISIS. Mereka cemas dengan provokasi dan propaganda ISIS yang sudah masuk ruang keluarga. Intinya, harus ada yang membentengi sehingga pemerintah perlu berbicara serius dengan kelompok masyarakat seperti NU untuk membuat aksi pencegahan membendung propaganda ISIS melalui sosial media,” papar mantan Wakil Sekjen PB NU ini.

Salah satu contoh, lanjut Adnan, adalah tindakan NU melaporkan situs VOA-Islam yang selama ini nyata-nyata menjadi corong ISIS di Indonesia dengan membuat berita dengan sumber tidak benar, fitnah, apalagi menunjuk organisasi dan juga tokoh NU Gus Dur. Menurutnya, langkah ini harus disambut dan tidak hanya dijadikan laporan biasa, tetapi menjadi laporan extra ordinary (luar biasa), supaya memunculkan efek jera terhadap situs-situs serupa yang bisanya hanya menyebar fitnah dan kebencian.

“Ini sudah ada yang berani muncul yaitu NU. Kita harapkan pemerintah menangani serius laporan ini. Efek yang ditimbulkan dari keberadaan situs-situs negatif ini sudah sangat buruk,” tukas Adnan.

Dalam kaitan ini, Adnan menilai apa yang pernah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang pernah mengusulkan pemblokiran situ-situs negatif tentang propanganda paham kekerasan dan ISIS, adalah salah satu tindakan yang tepat. Terbukti, sebagaian besar situs itu memang bermuatan negatif, bahkan ada berapa di antara mereka masuk dalam daftar situs ISIS yang telah diretas kelompok Anonymous diatas.

“Waktu itu Kemenkominfo sudah pernah membentuk panel untuk menilai keberadaan situs-situs negatif. Tapi sejauh ini kami belum melihat hasil dari tim panel tersebut. Sebenarnya sekaranglah momen yang tepat untuk mengkampanyekan ‘perang’ anti situs kekerasan,” tuturnya.