Mantan Narapidana Terorisme: Ilmu Agama Kami Kurang

Rejang Lebong – Mantan narapidana terorisme, Joko Triharmanto, mengakui jika dia dan rekan-rekannya melakukan aksi teror karena didasari kurangnya pemahaman terhadap ilmu agama. Dia bersyukur pada akhirnya menyadari kekhilafan yang ada dan kembali ke ajaran agama yang benar.

Ini diungkapkan Joko saat menjadi pemateri di kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme, yang diselenggarakan oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bengkulu di Kabupaten Rejang Lebong, Kamis (31/5/2018).

“Ketika bom Bali terjadi, di antara kami sebenarnya banyak yang ragu, apakah yang kami lakukan ini dibenarkan oleh agama,” kata Joko. Keraguan itu muncul, lanjut Joko, karena terjadi silang pendapat soal landasan agama melakukan aksi bom bunuh diri. “Karena pada dasarnya ilmu agama kami kurang. Kami didoktrin bom bunuh diri (memerangi orang kafir) perintah agama, tapi sebenarnya kami ragu,” tambahnya.

Joko mendukung upaya BNPT dan FKPT untuk melibatkan penyuluh agama dalam pencegahan radikalisme dan terorisme. Apa yang terjadi padanya merupakan potret masyarakat yang dangkal dalam memahami agama dan menjadi korban doktrin sesat terorisme.

“Yang seperti ini sekarang banyak di masyarakat. Saya percaya penyuluh agama bisa menyadarkan mereka,” tandas Joko.

Untuk mencegah apa yang dialaminya tidak terjadi di masyarakat, Jek alias Harun, demikian Joko dikenal saat masih aktif di jaringan pelaku terorisme, menyarankan agar proses belajar agama dilakukan di sumber-sumber yang benar. Ditegaskannya, Islam sama sekali tidak membenarkan adanya aksi terorisme.

Pria yang divonis 6 tahun penjara karena keterlibatannya di bom Bali I tersebut lantas menyebut faktor-faktor yang menjadikannya insyaf. Di antaranya adalah peran keluarga, terutama sosok sang ibu yang tak lelah membujuknya untuk kembali ke ajaran agama yang benar.

Kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme dilaksanakan oleh BNPT dan FKPT di 32 provinsi se-Indonesia pada tahun 2018. Kegiatan ini dimaksudkan melatih penyuluh agama untuk mengedepankan penggunaan ayat-ayat pemupuk perdamaian dalam dakwah yang dilakukannya. Kegiatan diharapkan mampu mereduksi radikalisme sebagai salah satu akar terorisme. [shk/shk]