“JAUHI KEKERASAN, MEMBANGUN KEPEDULIAN”

Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan rasa berbelasungkawa yang dalam kepada keluarga yang ditinggalkan, sekaligus ingin mengingatkan bahwa kita semua tidak boleh takut dan kalah terhadap aksi keji yang dilakukan oleh kelompok teror.

Penembakan terhadap aparat kepolisian yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Masyarakat resah karena saat ini Polisi sebagai institusi yang bertugas melindungi keamanan pun tidak luput dari sasaran aksi teror.

Tulisan ini terinspirasi dari isi ceramah Buya Syafii Maarif dalam acara pelatihan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Yogyakarta. Salah satu Guru Bangsa ini menyatakan bahwa pelaku teror adalah orang yang selalu merasa paling benar di jalan yang sesat. Mereka memandang bahwa kebenaran tunggal hanya milik kelompok mereka, sedangkan orang yang berbeda dengan kelompoknya sudah pasti salah dan layak dibunuh. Pemahaman fanatik sempit semacam ini menggambarkan betapa berbahayanya ideologi dan aksi mereka bagi keutuhan dan kesatuan bangsa ini.

Jalan Sesat

Dari fakta yang diungkap kepolisian di 3 tempat kejadian perkara (Ciputat, Pondok Aren dan Cirendeu), saksi-saksi dan barang bukti, peristiwa penembakan tersebut diatas jelas dilakukkan oleh kelompok teroris. Modus operandi pelaku yang beraksi dengan kelompok kecil berjumlah 2-4 orang, menggunakan senjata pistol dengan kaliber yang identik, serta menjadikan aparat kepolisian sebagai target,membuat aksi penembakan tersebut identik dengan modus operandi jaringan teroris Abu Roban yang tewas dalam penyergapan Densus 88 di Jawa Tengah. Fakta yang berhasil diungkap tersebut amat disayangkan mendapat pandangan skeptis dari sebagian masyarakat.

Maraknya spekulasi dan analisis yang berkembang di masyarakat cenderung mengaburkan permasalahan terorisme diatas. Analisis bahwa penembakan yang terjadi bermotif politis, ketidaksukaan dan dendam terhadap institusi Kepolisian adalah argumentasi spekulatif yang banyak menyebar di tengah masyarakat. Argumentasi ini cenderung membawa dampak negatif terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme yang sekuat tenaga dilakukan oleh segenap institusi Negara.

Keberpihakan masyarakat terhadap penanggulangan terorisme cenderung terbelah, bahkan di titik ekstrem masyarakat cenderung acuh dan tidak peduli terhadap aksi terorisme yang mengancam kehidupannya tersebut. Justru kondisi inilah, yang diharapkan dan dimanfaatkan oleh kelompok terorisme untuk dapat masuk dan berlindung di tengah-tengah masyarakat. Kelompok radikal terorisme yang sebelumnya tergabung dalam kelompok besar, bergeser menjadi sel-sel kelompok kecil yang mempersiapkan aksinya secara clandestine, dengan berbaur di tengah-tengah masyarakat (Hudson, 1999). Di akar rumput, kelompok ini terus berupaya untuk mempengaruhi dan menghasut masyarakat agar tidak peduli dan menaruh curiga terhadap upaya penanggulangan terorisme yang dilakukan pemerintah. Saat masyarakat berhasil dipengaruhi, maka saat itulah kelompok teroris dapat dengan mudah merencanakan, mempersiapkan dan menjalankan aksi terornya di tengah “perlindungan” masyarakat. Suatu kondisi yang tentunya sama sekali tidak kita harapkan terjadi di bumi pertiwi yang kita cintai.

Jalan Keluar

Kepedulian dan keterlibatan masyarakat adalah kunci dari terbukanya jalan keluar dari permasalahan terorisme. Pencegahan dan pengungkapan kasus-kasus terorisme tidak mungkin hanya mengandalkan elemen pemerintah yang sangat terbatas. Sehingga dibutuhkan upaya pelibatan masayarakat dalam pencegahan, pengungkapan maupun penanggulangan terorisme. Apabila hal ini mampu dilakukan, maka success story pengungkapan pelaku bom boston yang berasal dari laporan seorang ibu rumah tangga pun dapat terjadi di negara ini.

Masyarakat harus memiliki kesadaran penuh bahwa terorisme tidak dapat beraksi di tengah masyarakat yang peduli dan waspada terhadap lingkungan sekitarnya. Sehingga peran dari tokoh dan organisasi keagamaan, tokoh pemuda, akademisi, tokoh dan organisasi masyarakat serta media massa sangat penting dalam rangka membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga.

Kalangan akademisi, organisasi pemuda, organisasi masyarakat dan media massa dapat memaksimalkan kapasitas yang dimiliki untuk mensosialisasikan nilai-nilai kedamaian, kerukunan dan toleransi di tengah masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai penelitian dan kajian, tulisan-tulisan di media cetak, serta diskusi dan gerakan moral masyarakat yang menyampaikan pesan kedamaian dan kewaspadaan dalam rangka pencegahan terorisme.

Secara khusus, tokoh dan ormas keagamaan dan media massa memiliki peran strategis untuk memberikan pencerahan dan pemahaman ajaran agama yang damai dan penuh kerukunan. Hal ini mengingat para pelaku teror tersebut seringkali mengatasnamakan ajaran agama dalam aksi terornya yang justru sangat bertentangan dengan ajaran agama manapun di muka bumi terlebih ajaran agama Islam yang secara tegas mengharamkan terjadinya aksi terorisme yang telah membuat kerusakan di muka bumi.

Dalam hal ini, masyarakat dapat bersinergi dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang sampai saat ini sudah berjalan di 21 provinsi di seluruh Indonesia. Masyarakat dan FKPT dapat bersinergi guna mensosialisasikan kepedulian dan kedamaian dengan berbasis pada nilai luhur kearifan lokal yang berkembang.

Oleh karena itu, dengan tumbuhnya kesadaran dan meningkatnya kepedulian masyarakat maka tidak ada alasan bagi kita untuk terpengaruh dan takut kepada ideologi dan aksi kelompok teror tersebut. Tidak lupa, kita panjatkan doakan bagi almarhum yang telah gugur dalam tugas, semoga tidak ada lagi darah putra-putri bangsa ini yang tumpah, akibat aksi radikal terorisme di bumi pertiwi yang kita cintai.

Bersama Cegah Terorisme!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *