Hubungan Homegrown dan Tantangan Global: Membaca Prediksi Ancaman Terorisme 2019

Situasi di Penghujung Tahun 2018

  1. Paris, Ibarat Jatuh Tertimpa Tangga

Ada pepatah di kalangan masyarakat yang mengekspresikan situasi musibah yang datang bertubi-tubi dengan kondisi orang yang terjatuh “sudah jatuh tertimpa tangga “. Ungkapan ini untuk menggambarkan situasi yang sulit bila masih ditambah dengan kesulitan lain yang lebih berat. Jika situasinya semakin buruk, maka pepatah itu menjadi lain lagi, yaitu “sudah jatuh tertimpa tangga, di bawah tangga itu ada kotoran kuda dan dalam kotoran kuda ternyata ada pecahan botol”. Penulis ingin menggambarkan, itulah situasi yang dialami Perancis dalam beberapa bulan terakhir.

Sangat sulit membayangkan bahwa pasca demontrasi besar yang berakibat chaos, beberapa orang Perancis dan turis asing terbunuh, mobil-mobil dibakar dan toko-toko barang mewah bermerek terkenal dunia dijarah. Presiden Emmanuel Macron yang sedang mengikuti KTT G 20 di Beneos Aries, Argentina, memberikan instruksi tegas bagi pemulihan situasi keamanan yang mengguncang dunia parawisata dan perekonomian Perancis yang disebut Chaos Rompi Kuning tersebut.

Sungguh tragis, mencekam dan menakutkan situasi kota di dalam kota Paris yang terkenal sebagai pusat wisata dunia itu. Hampir 80% turis yang sudah merencanakan Tour ke Paris membatalkan kunjungannya dan diganti dengan mengubah dan membelokan tujuan ke negara Eropa lainnya. Pasukan rompi kuning yang dalam kondisi marah, tanpa komando, merangsek masuk ke sentral bisnis dan sentra Parawisata dengan melempari bangunan dan membakar mobil milik siapapun yang melintas di jalan raya. Benturan dengan polisi puncaknya terjadi pada hari Sabtu tanggal 1 Desember 2018.

Bangunan super artistic Arc de Triumphe dirusak dengan aksi vandalisme. Aksi yang sama juga terjadi merata di bangunan artistik yang sama. Kejadian tersebar merata di gedung-gedung bersejarah, gedung yang membuat kota Paris menjadi sedemikian terkenal di dunia parawisata.  Sungguh demontrasi chaos telah mencabik-cabik nilai seni puluhan bangunan dengan aksi bakar-bakaran dan corat-coret tembok.  Menjelang pagi berita internasional menyebutkan bahwa kejadian tersebut telah mengakibatkan 110 masyarakat lokal dan turis cidera dan 20 aparat terluka serta 224 pelaku aktor provokasi ditangkap.

Bayangkan di kota Paris yang dikenal sebagai kota wisata yang selalu dipenuhi dengan turis asing itu telah diacak acak oleh 5.500 massa liar yang marah dan anarkhis. Sementara 75 000 masa liar lainnya tersebar di kota-kota dan distrik lain di luar kota Paris. Gerakan ini bukan tanpa direncanakan. Berita tentang pasukan perusak, rompi kuning, ternyata telah disiarkan bahwa mereka menyiapakan kegiatan demo yang berujung anarkisme itu sejak 17 November 2018 lalu.

Ternyata, persoalan bagi Perancis bukan demo rompi kuning itu saja. Belum habis rasa ketakutan masyarakat kota Perancis dan dunia parawisata akibat chaos Rompi Rompi kuning, masyarakat Perancis kembali digemparkan dengan kasus penembakan barbar yang membabi-buta yang diberitakan hanya dua minggu setelah kasus Chaos Rompi kuning. Akibatnya, Perancis  meningkatkan status dan situasi kontijensi keamanan negaranya tepat saat ratusan polisi dan pasukan khusus sedang memburu seorang pria bersenjata yang telah menembak tiga orang dan menewaskan ketiganya serta melukai 12 lainnya dalam sebuah serangan teror penembakan barbar yang membabi buta di Christ Market ( pasar Natal ) saat masyarakat sedang mempersiapkan perayaan natal di kota Strasbourg pada Selasa malam tgl 11 Desember 2018.

Hanya enam jam setelah kejadian pria bersenjata itu menghilang. Menteri dalam negeri, Christophe Castaner, yang menangani bidang keamanan dalam negeri mengatakan pemerintah telah menaikkan tingkat risiko ke kategori tertinggi–kontijensi Plan.  Artinya, sang menteri sudah menganggap kejadian ini adalah kejadian luar biasa dan dalam situasi darurat nasional. Dengan mengambil langkah kontrol perbatasan dan perlindungan masyarakat ditingkatkan secara maksimal.

Dalam sebuah pernyataan, menteri Castaner menegaskan bahwa pria bersenjata itu telah menembak membabi buta di tiga tempat berbeda di kota sebelum terlibat pertempuran sebanyak dua kali dengan tentara yang sedang melaksanakan patroli. Dalam kondisi terluka pelaku itu lalu melompat ke dalam sebuah taxi dan menghilang tak tentu rimbanya. Polisi segera melakukan penyekatan pada jalan-jalan utama masuk dan keluar kota. Melakukan operasi besar-besaran. Sebanyak 350 personil polisi dan tentara serta helicopter dikerahkan untuk menemukan pelaku.

Hasil investigasi terhadap dokumen, cctv dan keterangan saksi-saksi akhirnya Badan Keamanan Perancis memastikan bahwa mereka telah mengidentifikasi pria bersenjata yang melakukan penembakan barbar dan membabi buta itu.  Dia adalah seorang pria berusia 29 tahun kelahiran penduduk lokal yang lahir di Strasbourg. Polisi menemukan identitas tersebut di daftar “Fiche S”. Pengejaran yang paling menyita perhatian adalah di distrik Neudorf sebelah timur laut kota Strasbourg di sebuah rumah yang diduga sebagai tempat tinggal. Di dalam rumah tersebut polisi menemukan sebuah granat aktif.  Terungkap pula bahwa dari rumah itu pula pelaku merencanakan penyerbuan dan penembakan.

Polisi kemudian menyiapkan semua surat terkait penangkapan atas beberapa tuduhan kasus pidana berlapis. Namun sayang, pada penggerebekan tersebut polisi gagal karena tersangka sudah keluar dari rumah lebih awal. Memang agak sulit bagi polisi awalnya untuk mengidentifikasi pelaku pertama : Pelaku adalah seorang pria berpenampilan biasa-biasa saja–bergaul juga biasa saja–cukup supel di mata masyarakat sekitarnya dan tidak ada tampilan ganjil yang aneh seperti halnya pelaku kriminal ganas lainnya.

Dengan dilengkapi dengan senapan serbu otomatis pelaku berjalan sendiri melewati sebuah jembatan di sekitar Grand towardle menuju Christ Market (sebuah pasar natal) yang setiap tahun memang selalu  dipadatati oleh jutaan pengunjung untuk mempersiapkan perayaan Natal. Pelaku itu tiba-tiba saja mengokang senjatanya dan melepaskan tembakan pertama dan kemudian tembakan kedua dan dengan tenangnya pelaku berjalan lagi dengan santai sebelum dia melepaskan beberapa tembakan lagi ke berbagai arah.

Seorang penduduk sekitar tempat kejadian Yoan Bazard, dalam berita di berbagai media menjelaskan bahwa dia mendengar dua atau tiga kali tembakan disertai jeritan. Ketika mencoba melihat dari jendela dia melihat orang berlarian dan berteriak ketakutan. Diapun takut dan kemudian menutup jendela, namun sungguhpun jendela sudah ditutp, dia masih mendengarkan tembakan bertubi tubi.  Bahkan ia merasakan bahwa sepertinya suara tembakan tersebut semakin dekat dengan posisi rumahnya.

Penduduk lain juga menceritakan kepada media bahwa semula mereka mengira bahwa mungkin itu adalah suara anak-anak muda membunyikan petasan pra natal.  Tapi ketika mereka membuka Jendela, mereka melihat dan mendengar langsung tentara yang sedang melakukan rentetan tembakan menuju kesalah satu bangunan.  Penduduk tersebut mengatakan ini perang karena dia mendengar antara 12 sampai 15 kali tembakan bersahut-sahutan.

Saat itulah mereka juga mendengar himbauan tentara yang berteriak “ hai saudaraku, Pulanglah, pulanglah segera“ dan begitu tentara melihat ada yang melongok dari jendela yang lainpun berteriak dari balik tembok  dan menghimbau agar orang-orang tetap di dalam rumah dan jangan keluar.  Salah satu korban tewas – yang akhirnya diidentifikasi sebagai turis Thailand ditembak tepat pada kepalanya di luar sebuah restoran.   Staf dan pengunjung restoran yang lain mencoba memberikan pertolongan, tetapi tidak berhasil.  Enam orang terluka dalam kondisi kritis.

Badan Nasional Anti Terorisme Perancis dari kantor kejaksaan Paris menyatakan insiden itu sebagai tindakan terorisme.  Presiden Prancis, Emmanuel Macron, segera mengadakan pertemuan darurat krisis di kementerian dalam negeri di Paris.  Pria bersenjata itu juga dilaporkan telah menembak tentara yang sedang berpatroli menjaga keamanan sebagai bagian dari “Operasi Sentinelle Nasional“, sebuah model operasi militer Perancis yang telah diperkenalkan Perancis sejak serangan teroris di Paris dan sekitarnya  sejak Januari tahun 2015.

  1. Bubarnya ISIS di Suriah dan Klaim Militer

Tentara Suriah dengan bangganya mengatakan bahwa pada minggu kedua akhir tahun 2018 ini setelah bertahan selama berbulan-bulan berjuang dan mengkampanyekan kekalahan para militan ISIS, akhirnya ISIS benar benar telah tumbang dan tersapu bersih, khususnya di Suriah bagian tenggara sebagai basis terkuat selama ini.  Komando tertinggi Angkatan Bersenjata Suriah mengatakan bahwa dataran Tulul al-Safa yang selama ini dikuasai oleh ISIS secara penuh telah diambil alih. Begitupun dataran tinggi pegunungan vulkanik di timur provinsi Swaydapun sudah sepenuhnya berada di tangan militer Suriah. Daerah inilah sebagai daerah benteng pertahanan terakhir ISIS di Suriah bagian selatan.

Kekuatan tentara dengan persenjataan ringan dan menengah sudah pula mulai bangkit secara efektif. Dari berbagai sumber diinformasikan pula bahwa sejak Minggu tanggal 2 Desember 2018,  para gerilyawan ISIS telah mundur dari daerah kekuasaan terakhir tersebut. ISIS hanya bertahan selama lebih dari tiga bulan terhadap serangan tentara Suriah. Sebetulnya ISIS telah mengalami kehilangan sebagian besar wilayah perjuangannya  di Suriah sejak tahun lalu.  Namun kemudian mulai mengamuk kembali dengan bergerak dari arah gurun timur kota Swayda pada bulan Juli 2018 lalu yang sempat mengakibatkan lebih dari 200 orang menjadi korban akibat seorang pejuang ISIS meledakkan dirinya dengan Bom rompi.

Pertanyaan,  Apakah ISIS sudah punah seperti dijelaskan oleh Petinggi Militer Suriah ? Jawabannya – “tidak juga”. Karena walaupun ISIS tidak sekuat tahun 2014 lalu, ada sebagian kecil sub kelompok ISIS yang masih ada di Suriah bagian timur, tepatnya di kantong timur Sungai Eufrat yang berdekatan dengan perbatasan dengan Irak.  Namun seperti dipahami akar radikalisme itu tidak bisa hilang serratus persen di suatu negara. Tinggal bagaimana negara Suriah menyikapi dan menangani sub kelompok-kelompok kecil namun tersebar itu. Sebagai bentuk Apresiasi maka kiranya dunia wajib memberikan ucapan selamat kepada Militer Suriah, karena, Pertama :  militer telah berhasil mengusir Para Militan ISIS dari sebagian besar provinsi as-Suwayda- sebagi  salah satu benteng ISIS terakhir yang tersisa di negara Timur Tengah. Kedua : Semua teroris yang telah berurat berakar di dataran tinggi vulkanik al-Safa (masih di dalam provinsi as-Suwayda) telah pula dimusnahkan. Ketiga :  apresiasi atas pernyataan Komando Jenderal Angkatan Darat Suriah yang diberitakan oleh Kantor Berita Arab Suriah (SANA) mengatakan:  “Setelah serangkaian operasi militer yang akurat dan fokus, pasukan bersenjata kami dengan gagah berani telah mengambil alih kontrol penuh atas daerah Tuloul al-Safa, dan teroris ISIS telah musnah di sana,”  dan masih diambahkan :“  Bahwa Pembebasan daerah Tuloul al-Safa menegaskan efisiensi tempur yang tinggi personil tentara Suriah juga sebagai desakan kepada mereka untuk mengejar dan menghilangkan teroris di mana saja dan di mana saja di seluruh Suriah.

 

  1. Irak dan al-Hashd al-Shaabi Berjuang Melawan Sel-sel Tidur

Patroli militer Iraq dengan milisi untuk memburu sisa sisa kelompok ISIS di Iraq dilakukan dengan sangat gencar. Para petinggi militer sangat menyadari betul bahwa sungguhpun di atas kertas ISIS telah dikalahkan, nyatanya para anggota kelompok ini masih menemukan daerah yang tersembunyi untuk dijadikan kantong pertahanan.  Iraq masih menganggap bahwa ada beberapa bagian dari populasi Sunni yang masih memberi mereka tempat untuk berlindung.

Otoritas keamanan juga masih menemukan bahwa masih ada militan ISIS bersembunyi di pegunungan Hawija.  Dari tempat persembunyian mereka itulah mereka sekali kali masih melakukan serangan dadakan.  Mereka sering tiba-tiba saja muncul di pos-pos pemeriksaan. Mereka memilih menyerang di tikungan – tikungan di jalan yang menanjak dan berliku-yang mengarah atau melalui daerah perbukitan di mana kendaraan tidak bisa melaju dengan cepat.  Mereka tidak segan-segan menangkap atau membunuh orang yang lewat. Menyandera dan memeras pemerintah dengan modus pertukaran tahanan masih berani mereka lakukan. Mereka masih sesekali juga menempatkan IED (Improvise Explosive Devise) atau Bom Rakitan dan kemudian mengirim penyerang bunuh diri ke kota-kota di wilayah tersebut.

Polisi Federal Irak memang memiliki pos terdepan di wilayah tersebut, tetapi patroli mereka hanya beroperasi pada siang hari.  Sebaliknya pada malam hari, mereka mundur ke pangkalan mereka. ISIS telah merubah konsep Kelompok teror khilafah menjadi “ kelompok teror gerilya” dengan target favorit anggota milisi “Syiah al-Hashd al-Shaabi” yang dikenal sebagai pasukan mobilisasi populer di Iraq.

Syi’ah Al-Hashd al – Shaaabl  ini  adalah milisi yang didominasi oleh Syiah yang dibentuk pada tahun 2014 menyusul fatwa yang dikeluarkan oleh Ayatollah Agung Ali al-Sistani seorang ulama Syiah yang paling berpengaruh di Irak.  Kemenangan atas kelompok ISIS di Irak tidak bisa terjadi tanpa bantuan al-Hashd al-Shaabi.  Milisi inilah yang berani mengisi celah kekosongan yang ditinggalkan oleh tentara Irak beberapa tahun belakangan.  Persoalan lainnya adalah bahwa milisi ini juga merupakan pasukan yang didukung Iran yang beroperasi di daerah tradisional Sunni di Irak yang telah dituduh membantai Sunni di Irak. Hari ini, al-Hashd al-Shaabi berjuang melawan sel-sel tidur dan membela terhadap serangan berbagai serangan kelompok ISIS.

  1. Perbantuan Turki dalam Memerangi Pemberontak “Syuhada ‘al-Sharqiya”,

Bentrokan di kota Suriah Afrin semakin meningkat ketika faksi pemberontak Suriah yang didukung Turki terus saling berperang memperebutkan pengaruh mereka di kota Suriah sebelah barat laut. Suriah The Syrian Observatory For Human Rights yang berbasis di Inggris, sebuah kelompok hak asasi yang memantau perkembangan di Suriah, melaporkan bahwa pertempuran yang dimulai Sabtu malam tanggal 16 November 2018 di beberapa distrik wilayah mayoritas Kurdi telah mengakibatkan sedikitnya 25 orang tewas. Sebagian Penduduk lokal di Afrin terjebak dalam situasi baku tembak.

Pertempuran tersebut sangat mengganggu ketenangan warga masyarakat di wilayah itu.  Seorang reporter Suriah Redwan Bezar yang berada sangat dekat dengan tempat kejadian mengikuti peristiwa di Afrin secara rinci.  Dia mengatakan bahwa selama beberapa hari orang telah terkurung di rumah mereka sendiri, mereka tidak berani keluar karena pertempuran sengit dan berbagai aksi penembakan terjadi. Parahnya lagi, masyarakat bahkan tidak bisa mendapatkan kebutuhan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Beberapa rumah rusak terkena akibat bentrokan hari Minggu tagl 17 November 2018 esok harinya.   Walaupun tidak ada korban hal itu tetap saja sangat menjadikan terror ketakutan bagi masyarakat.  Siapa kawan? Siapa lawan? Tentu masih ingat dalam benak semua orang betapa pada pada tanggal 18 Maret 2018 tentara Suriah yang didukung Turki melakukan Apel Kesiapan di patung Kawa, sebuah patung  tokoh mitologi dalam budaya Kurdi, dengan himbauan untuk  ikut dan bersiap untuk membantu menghancurkan musuh di pusat kota Afrin, Suriah barat laut.

Militer Turki melakukan operasi melawan pemberontak di Arfin. Begitupun dengan beberapa kelompok pemberontak lain juga melakukan sersangan terhadap pemberontak Arfin yang terlibat dalam kegiatan kriminal termasuk pemerasan dan penculikan sipil. Target Operasi itu sama, yaitu menargetkan Abu Khawla, pemimpin kelompok pemberontak “Syuhada ‘al-Sharqiya”.

  1. Afganistan Seperti Api dalam Sekam

Desa-desa Afghan sebetulnya sudah relatif aman dari aksi-aksi pemberontak sampai kemudian terjadi serangan mematikan oleh Taliban yang memaksa ratusan orang untuk hengkang. Kejadiannya adalah pada jam 3 pagi ketika speaker masjid mengumumkan dan memanggil semua orang untuk datang ke Mesjid dengan segera dan diumumkan juga dari masjid tersebut bahwa kelompok Taliban baru saja menyerang desa tetangga mereka. Disemangati juga bahwa kalau Taliban menyerang jangan biarkan mereka menang.  Murtaza Nasiri, pemuda berumur 23 tahun masih ingat akan kewajibannya untuk mempertahankan hak keluarga dan warga desanya, kemudian dengan segera ia menawarkan diri untuk membantu mempertahankan desa mereka, Haider, yang masyarakatnya rukun dan damai, desa tempat tempat tinggal etnis Shiite Hazara di provinsi Ghazni.

Murtaza Nasiri yang dibesarkan di sana dan belajar sekuat tenaga untuk menjadi seorang sarjana ekonomi tidak pernah berperang dan tidak juga pernah memegang dan tahu cara menggunakan pistol seumur hidupnya. Tapi nyatanya demi himbauan untuk mempertahankan desanya, dia telah memegang AK 47 Kalashnikov. Dia akhirnya mengikuti sekelompok pria tinggal di atas bukit, di hutan, dan diapun telah mampu dan beberapa kali menembak para pemberontak.

Karena dia merasa belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, dia menangis ketika harus menceritakan serangan 6 November 2018  penyerangan yang sangat mengerikan itu.  Keluarga Nasiri dan setidaknya 1.000 orang lainnya telah melarikan diri ke Bamian, sebuah kota 200 mil mengarah ke utara untuk menghindari serangan ganas Taliban atas desa mereka di Jaghori dan Malistan yang didominasi Hazara di Ghazni yang sepertiga wilayahnya berada di sebelah provinsi Uruzgan. Kekerasan tersebut berlangsung selama dua minggu dan telah menewaskan lebih dari 100 orang”.  Banyak pihak yang menilai bahwa situasi di Afghanistan tidaklah jadi semakin baik – bahkan cenderung stagnan dan mungkin semakin memburuk selama selama enam bulan terakhir tahun 2018 ini.

Walaupun demikian dalam berita di berbagai media, Inspektur jenderal independen Pentagon mengatakan adanya beberapa kemajuan antara 1 Juli sampai 30 September 2018, di mana AS telah meningkatkan frekuensi serangan terhadap Taliban telah meningkatkan kapasitas  pelatihan untuk pasukan Afghanistan serta himbauan terhadap Pakistan untuk menekan dan bertindak melawan kantong-kantong persembunyian teroris.  Spektrum yang harus dipersiapkan oleh Afghanistan cukup luas, di antaranya 1) kontrol dan monitoring atas kejadian yang menganggu keamanan, 2) kontrol atas migrasi penduduk, 3) monitoring korban sipil yang selama ini menunjukkan perubahan yang sangat sedikit. Selama ini perbandingan korban sipil Korban sipil dan korban pasukan keamanan Afghanistan dianggap kurang realistis  4) Menjadi persoalan juga  ISIS cabang Provinsi Khorasan- yang mengklaim sebagai bagian dari Negara Islam yang aktif di Afghanistan dan Pakistan masih terus-terusan melakukan rangkaian serangan mematikan.

   

  1. Pakistan Mulai Menentang Sahabat

Persoalan bermula dari penegasan yang dipicu pernyataan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan atas Penolakan Trump Terhadap upaya Anti-Teror Pakistan.  Perdana menteri menyatakan secara gamblang mengkritik tajam Presiden Donald Trump yang berkali-kali mempertanyakan upaya anti-teror Pakistan. Perdana menteri mengatakan bahwa Washington sedang membuat Islamabad sebagai kambing hitam bagi kegagalan operasi AS di Afghanistan.

Dalam sebuah wawancara di jaringan AS seperti Fox News – Trump membela keputusannya untuk menahan ratusan juta dolar bantuan militer Amerika ke Pakistan dengan mengatakan bahwa Pakistan tidak melakukan apa pun untuk negara yang katanya sahabat Amerika. Presiden Trump  bahkan juga mengatakan bahwa  Pakistan dulu pernah aktif melindungi pimpinan al-Qaeda Osama bin Laden sebelum dia dilacak dan dibunuh oleh Pasukan Khusus AS pada 2011 dengan serangan helikopter malam hari oleh Amerika sendiri.

Khan menolak pendapat Trump terhadap negaranya dalam serangkaian tweet. Perdana menteri mengatakan bahwa sejatinya Pakistan telah berpartisipasi dalam memerangi terror melawan AS, meskipun Pakistan tidak terlibat langsung dalam menangani serangan September 2001 di Amerika yang justru akhirnya  mendorong invasi militer ke Afghanistan. Khan mencatat bahwa Pakistan telah menderita 75.000 korban dalam perang. Pakistan telah menderita kerugian ekonomi lebih dari $ 123 miliar – dan bantuan AS  disebutnya sangat kecil – itu hanya $ 20 miliar.  Ditegaskan pula bahwa Perang itu secara drastis telah mengubah kehidupan orang-orang biasa Pakistan. Perdana menteri bertanya Bisakah Tuan Trump menyebut sekutu lain yang memberi pengorbanan seperti itu?

Bersambung…