Ada Apa dengan Umar Patek?

Pencerahan pemikiran yang dialami Umar Patek tentu sangat mengejutkan, sekaligus menggembirakan. Bagaimana tidak, Patek selama ini dikenal sebagai gembong teroris kelas wahid berskala internasional. ‘Karir’ teroris pernah ia jalani hingga berbagai ke belahan bumi. Kini ia berjanji setia pada NKRI hingga mati. Ia pun menyesali perbuatannya di masa lalu dan berharap tak ada satu pun yang mengikuti jejaknya.

Ada apa dengan Umar Patek? Bagaimana ceritanya paham radikalisme-terorisme yang selama ini ia yakini kebenarannya bisa berubah secara total? Apakah Patek dipaksa? Begitulah kira-kira pertanyaan banyak pihak menyikapi perubahan sikap yang terjadi secara drastis pada dirinya.

Dengan sedikit mensimplifikasi jawaban bisa saja langsung diarahkan pada kinerja deradikalisasi yang dilakukan BNPT. Program deradikalisasi yang selama ini dilakukan dianggap mampu memberi pengaruh positif bagi sejumlah pihak yang sebelumnya pernah terjerembab dalam kubang radikalisme-terorisme.

Secara teoritis deradikalisasi adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk menetralisir pemahaman bermuatan radikalisme-terorisme. Pemahaman radikalisme-terorisme bisa berasal dari mana saja, kadang berasal dari pemahaman agama yang salah atau lainnya. Meski teori ini terkesan sangat mudah dijalankan, namun praktiknya tidak selalu mudah seperti yang dibayangkan.

Upaya deradikalisasi membutuhkan waktu, ketekunan, keilmuan, dan kesiapan mendengar dari pihak yang dijadikan objek. Deradikalisasi butuh pola komunikasi yang baik, saling terbuka, bertukar pendapat, dan saling memahami. Berbeda dengan doktrinisasi atau indoktrinasi yang sifatnya sedikit lebih ‘seram’. Karena dalam keduanya mengandung unsur brain washing (cuci otak), menyalahkan lawan bicara, membantai argumentasi, dan menegaskan idenya sendiri sebagai yang paling benar.

Dalam bahasa sederhana, deradikalisasi itu adalah cara berkomunikasi dari hati ke hati. Atas dasar komunikasi yang demikian diskusi dan tukar pikiran dapat berjalan lebih kondusif. Karena dengan demikian tidak perlu ada pihak yang merasa sedang  dipojokan, dipengaruhi, atau dipaksa.

Sejumlah riset pernah menyebut, bahwa banyak dari kelompok radikalisme-terorisme tidak pernah berdialog atau diajak bicara dengan pihak yang berbeda dengan keyakinannya, apalagi yang sifatnya intensif. Padahal, siapapun dan apapun tindakan yang pernah dilakukan sebelumnya, mereka tetaplah manusia. Manusia adalah makhluk sosial dan karenanya butuh berkomunikasi. Di alam bawah sadar setiap manusia terbersit keinginan untuk bisa berkomunikasi secara bijak kepada pihak lain.

Inilah yang sering kali luput dari jangkauan banyak orang. Di saat banyak pihak lebih memilih menyalahkan pihak lain, BNPT justru secara bijak merangkul orang-orang yang berbeda pandangan untuk berdialog dan bertukar pendapat. Hasilnya sebagaimana bisa dilihat, satu persatu mantan pelaku terorisme bersedia meninggalkan keyakinan yang sarat kekerasan yang selama ini dianggap benar.

Itulah yang terjadi pada Umar Patek. Nampaknya, kegelisahan intelektual dan keyakinannya selama ini kini menemui pencerahan. Dengan tanpa adanya paksaan sedikitpun dari pihak manapun, secara sukarela ia bersedia tunduk pada NKRI. Ia merubah pemikiran-pemikiran sarat kekerasan dan pengkhianatan terhadap negara. Patek kini memilih berhijrah, dari pengkhianatan menuju kesetiaan!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *